Powered By Blogger

Rabu, 21 Oktober 2009

FILOSOFI PEMBELAJARAN PENJAS

A. Filosofi Pembelajaran Pendidikan Jasmani

Di samping guru harus memahami hakikat dan tujuan pendidikan jasmani, ia juga harus memahami filosofi pendidikan jasmani. Dougherty dan Bonnano (1979: 54-55) mengemukakan bahwa filosofi pendidikan gerak menekankan pada:
(1) partisipasi maksimum;
(2) keberhasilan tiap anak;
(3) pemahaman gerak manusia;
(4) pemahaman potensi diri anak;
(5) kreativitas; dan
(6) pertumbuhan mandiri.
Tanpa partisipasi aktif anak dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Padahal kunci utama penyelenggaraan pembelajaran pendidikan jasmani terletak pada keterlibatan atau partisipasi aktif anak melalui aktivitas fisik yang diberikan guru. Partisipasi aktif (maksimum) yang dimaksud adalah suatu kondisi atau keadaan partisipasi di mana sebanyak mungkin siswa, secara keseluruhan terlibat dalam berbagai aktivitas yang berkesinambungan atau pengalaman-pengalaman belajar yang drencanakan dan diberikan oleh guru (Dougherty dan Bonnano, 1979: 56). Dalam hal ini, guru harus memahami dan menyadari waktu yang dialokasikan sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana dan tujuan yang ingin dicapai.
Pembelajaran pendidikan jasmani harus berorientasi pada keberhasian setiap anak. Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) merupakan cara yang baik bila digunakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Melalui pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi maksimum, memberikan keleluasaan gerak yang memadai dan meningkatkan kemungkinan keberhasilan. Suatu aktivitas yang memerlukan satu jawaban atau respons hendaknya dihindarkan, karena anak akan memeiliki kecenderungan menjadi jauh atau bosan jika anak tidak mampu melakukannya. Pendekatan pemecahan masalah membantu anak memiliki kepercayaan diri, sehingga memacu anak mencapai hasil yang maksimal.
Guru harus memberikan pemahaman gerak kepada anak. Setiap pembelajaran didasaran pada tema-tema yang bertujuan meningkatan pengayaan gerak (movement vocabulary) anak. Pengayaan gerak merupakan seperangkat konsep yang memberikan prinsip-prinsip dasar umum pada semua gerakan. Anak diharapkan akan sampai pada pemahaman yang menyeluruh dari setiap konsep gerak melalui eksplorasi dari tema gerak yang diberikan.
Guru harus memberikan pemahaman mengenai potensi diri anak. Seringkali anak diberikan pandangan yang salah atau berlebihan mengenai dirinya yang berkaitan dengan potensi gerak anak. Pembelajaran pendidikan jasmani dirancang untuk membantu anak mengembangkan keleluasaan atau kesempatan bagi potensi gerak anak. Di samping itu, pembelajaran pendidikan jasmani juga mengembangkan pemahaman sikap yang baik dan sehat. Sikap ini sangat penting, karena keselamatan dan partisipasi dalam kehidupan yang akan datang juga tergantung dan dipengaruhi oleh sikap ini seperti ini.
Kreativitas merupakan unsur penting baik sebagai individu maupun kelompok. Melalui pembelajaran pendidikan jasmani, anak ditantang untuk mengeksplorasi berbagai hal mengenai problem dan mencari solusi ganda (multiple). Anak juga didorong untuk berfikir dan menemukan permutasi (merubah urut-urutan) dan kombinasi faktor-faktor yang telah diketahui, seperti kecepatan, mutu, dan irama. Guru harus mampu memperkirakan tingkat kemapuan anak dengan tingkat kesukaran yang diberikan kepada anak dan mampu membimbing anak melalui setiap kesulitan dengan problem atau tantangan, bukan respons yang monoton. Kreativitas dalam gerak bersifat dapat dioperkan atau ditransfer (transferable) ke kondisi dan situasi yang lain. Jika anak dapat memecahkan problem gerak secara kreatif, maka anak akan lebih memungkinkan mampu memecahkan problem lain, karena anak telah memiliki pengetahuan dan pengalaman kreatif.
Diharapkan dengan membantu anak mengembangkan konsep diri yang positif, konsep yang benar mengenai potensi gerak diri anak, pemahaman tentang prinsip-prinsip gerak, dan kemampuan untuk berkreasi, maka akan dapat mengembangkan potensi anak melalui pembelajaran pendidikan jasmani. Guru diharapkan dapat memberikan wahana dan yang diperlukan anak agar mengembangkan pemahaman dunia gerak yang menyeluruh. Di samping itu, diharapkan juga bahwa anak akan mampu secara mandiri mentransfer pengetahuan dan pengalamannya ke kondisi dan situasi lain dan baru. Misalnya, jika anak memiliki pengalaman tentang konsep ruang (tempat) dan bagaimana bergerak secara efisien, maka anak diharapkan akan mampu memahami dan kemudian menerapkannya dengan baik pada kondisi dan situasi yang lain.

Tabel 1. Aktivitas Pendidikan Jasmani dan Penyebaran Kelas

Kelas (%)
No. Aktivitas 7 8 9 10 11 12

1.
Permainan dan Olahraga
20-30
30-40
20-30
20-30
25-30
25-30
2. Aktivitas Ritmik 10-20 10 10-15 10-15 10-20 10-20
3. Aktivitas Uji Diri/Senam 10-20 10-20 10-15 10-15 10-15 10-15
4. Aktivitas Perkembangan 10-15 10-15 10-15 10-15 10-15 10-15
5. Aktivitas Air/Akuatik 5-10 10 10-20 10-20 10-20 10-20
6. Aktivitas Outdoor 10-15 10-15 5-10 5-10 10-15 10-15
7. Aktivitas Rekreasi 10-15 10-15 5-10 5-10 10-15 10-15

Sumber: Anthony A. Annarino, Charles C. Cowell, dan Helen W. Hazelton (1980). Curriculum Theory and Design in Physical Education. (London: C.V. Mosby Company). Pp. 166-198.


B. Pengembangan Keterampilan Penyelenggaraan Pembelajaran

Untuk mengantisipasi dan mengimplementasi kurikulum baru yang dikaitkan dengan otonomi daerah, maka perlu dilakukan upaya-upaya yang tepat dan relevan, terutama yang berkaitan dengan kewenangan daerah dan sekolah. Kewenangan tersebut, tentu akan langsung berhubungan dengan tugas dan peran guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

1. Kemampuan guru dalam mempersiapkan dan merencanakan pembelajaran
Mempersiapkan dan merencanakan pembelajaran merupakan kemampuan yang harus dikuasai guru pendidikan jasmani. Perencanaan pembelajaran pada dasarnya berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, sehingga dapat saja model atau bentuk perencanaannya berbeda untuk tiap materi pembelajaran.
Pengalaman yang selama ini terjadi, bahwa bentuk perencanaan pembelajarannya lebih bersifat statis dan kaku, dan dalam pelaksanaannya lebih bersifat seragam, formalistik dan untuk memenuhi kebutuhan administratif. Untuk itu, perencanaan pembelajarannya disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, selanjutnya disesuaikan dengan pendekatan atau metode yang dipilih.

2. Kemampuan menjabarkan kompetensi dasar ke dalam tujuan pembelajaran
Oleh karena yang tertuang dalam kurikulum adalah kompetensi dasar (sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 25 Th. 2000), maka hal tersebut harus dapat dijabarkan ke dalam tujuan pembelajaran agar kompetensi tersebut dapat tercapai.
Perlu dingat bahwa tujuan pembelajaran pendidikan jasmani bukan hanya untuk mencapai tujuan fisik atau keterampilan, tetapi juga meliputi tujuan afektif, kognitif, dan sosial. Kenyataannya dalam penyusunan satuan pelajaran misalnya, hanya menggambarkan tujuan fisik/psikomotor. Hal ini tampak pada rumusan Tujuan Instruksional Umum (TIU) maupun Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
Oleh karena itu, kemampuan untuk memahami dan menguasai dalam merumuskan tujuan pembelajaran sangat penting bagi guru pendidikan jasmani, sehingga arah dan proses pembelajarannya dapat dikelola dengan baik.

3. Kemampuan mengkaitkan antara perilaku guru, perilaku belajar, dan tujuan.
Interaksi di antara guru dengan siswa selalu mencerminkan perilaku mengajar, perilaku belajar, dan seperangkat tujuan yang ingin dicapai. Ikatan di antara perilaku guru (G), perilaku siswa (S), dan tujuan (T) tidak mungkin dipisahkan. G-S-T selalu dalam ada dalam satu kesatuan sebagai kesatuan pedagogis.
Ada dua perangkat tujuan yang ingin dicapai dalam interaksi guru-siswa, yaitu tujuan pokok bahasan (Subject matter objectives) dan tujuan perilaku (Behavior objectives).
Kemampuan mengkaitkan ketiga komponen tersebut merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, sehingga tujuan pembelajarannya makin terarah.

4. Kemampuan memahami dan memilih materi pembelajaran yang relevan
Penyajian materi di dalam kurikulum tidak langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tetapi disajikan dalam bentuk unit aktivitas. Jika penyajian kurikulum langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tanpa memberikam peluang kepada guru untuk memilih materi pelajaran, maka guru hanya akan terpaku pada materi tersebut dan tidak berfikir untuk materi lain yang sejenis. Dengan disajikan dalam bentuk unit aktivitas tersebut, maka akan memberikan keleluasaan dan kreativitas guru dalam mengajar sehingga memberikan kesempatan kepada guru untuk memilih. Oleh karena itu, pengkajian terhadap materi-materi pelajaran yang berbeda, yang memiliki karakteristik serupa, tetapi dapat mencapai hasil yang sama sangat diperlukan.

5. Kemampuan memilih pendekatan atau metode yang tepat.
Strategi atau metode mengajar dalam pendidikan jasmani sangat beragam. Metode yang digunakan seharusnya berorientasi pada:
(1) Metode dirancang mulai dari dominasi guru yang sangat besar kemudian makin berkurang dan peran dominasi tersebut makin bergeser ke siswa hingga siswa diberi kesempatan untuk mandiri dalam menentukan program pelajaran. Dalam kenyataannya para guru hanya menerapkan metode Komando/Tugas.
(2) Metode dirancang mulai dari yang bertujuan untuk memperoleh keterampilan dasar, replikasi model dan prosedur, hingga metode yang bertujuan untuk memecahkan masalah, dan menemukan sesuatu.
(3) Metode dirancang agar siswa terlibat mulai dari yang bersifat reproduksi atau replikasi hingga yang bersifat produksi.

6. Kemampuan mengevaluasi pembelajaran
Pendidikan jasmani bukan hanya menekankan pada hasil (product), melainkan juga menekankan pada proses, artinya tingkat kualitas gerak yang benar sangat penting bagi siswa. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi hasil belajar di samping menyoroti pada aspek proses dan kualitas gerakan juga menyoroti aspek lain, karena hasil belajar pendidikan jasmani adalah perubahan kualitas gerak yang secara tidak langsung berpengaruh pada aspek lain, seperti aspek kognitif, afektif, maupun aspek sosial. Untuk itu diperlukan sistem evaluasi yang komprehensif.

7. Kemampuan menginternalisasi nilai
Perlunya internalisasi nilai-nilai ke dalam mata pelajaran pendidikan jasmani maupun internalisasi gerak ke dalam mata pelajaran lain.

8. Kemampuan memasukkan aktivitas lokal
Dengan bervariasinya kondisi geografis, budaya, fasilitas dan lain-lain, maka bentuk kurikulum yang seragam akan sulit dalam pelaksanaan dan penerapannya sehingga kemampuan memasukkan aktivitas lokal ke dalam kurikulum, misalnya tarian daerah setempat, olahraga tradisional, dan lain-lain, juga harus menjadi perhatian guru pendidikan jasmani.

9. Kemampuan menciptakan aktivitas yang efektif dan efisien
Perlu menyusun unit aktivitas yang disesuaikan dengan keterbatasan lahan, mengingat makin terbatasnya lahan dan tempat bermain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar