Powered By Blogger

Rabu, 21 Oktober 2009

IMPLEMENTASI PENJAS

Permasalahan utama di dalam pembelajaran pendidikan jasmani adalah bahwa aktivitas jasmani/gerak (termasuk olahraga) belum dijadikan sebagai alat atau wahana untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara teknis masih ditemukan beberapa hal yang menjadi kendala dalam pembelajaran

1. Tujuan kurang jelas
Tujuan kurang tergambar secara jelas, bahkan hanya mencantumkan tujuan fisik/psikomotor. Dalam penyusunan satuan pelajaran misalnya, hanya menggambarkan tujuan fisik/psikomotor. Hal ini tampak pada rumusan Tujuan Instruksional Umum (TIU) maupun Tujuan Instruksional Khusus (TIK).
Belum sepenuhnya memperhatikan tingkat perkembangan anak, yakni adanya kecenderungan terabaikannya nilai-nilai di luar sapek psikomotor dalam pelaksanaan pengajaran jasmani. Walaupun sasaran utama adalah pengembangan aspek psikomotor, tetapi aspek kognitif, afektif, dan sosial tidak tampak dalam kurikulum tersebut.

2. Ketidakjelasan/Tidak Adanya Persepsi yang Sama Terhadap Tujuan Pendidikan Jasmani
Salah satu penyebab ketidak berhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan jasmani adalah karena guru kurang atau tidak memahami mengenai makna, hakikat, tujuan, dan filosofi pendidikan jasmani itu sendiri. Padahal ini sangat mendasari pemikiran dan arah tindakan dalam melaksanakan program pendidikan jasmani dituntut memiliki kemampuan mengelola proses belajar mengajar agar secara komprehensif tujuan pendidikan jasmani dapat dicapai melalui aktivitas jasmani yang diberikan. Melalui aktivitas jasmani ini guru diharapkan dapat mengembangkan potensi fisik, mental, emosi, dan sosial anak. Dalam pelaksanaannya ternyata masih terjadi kekurang sesuaian dengan tujuan yang seharusnya, sehingga perlu adanya pelurusan atau koreksi. Salah satu indikatornya adalah bahwa banyak guru yang lebih berorientasi pada pencapaian prestasi olahraga dalam mengajar pendidikan jasmani.

3. Partisipasi Gerak Anak Kurang Optimum
Jika prestasi yang tinggi sebagai tujuannya, maka hanya beberapa anak (yang berminat/berbakat) yang akan terlibat dan aktif dalam pelajaran tersebut. Akibatnya tingkat keterlibatan siswa secara keseluruhan kurang/tidak terpenuhi, sehingga tingkat kualitas partisipasi gerak anak juga kurang optimum.

4. Pengemasan pokok bahasan lebih menekankan pada cabang olahraga bukan pada unit aktivitas
Penyajian materi di dalam kurikulum langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tidak menyajikan dalam bentuk unit aktivitas.

5. Kurang memberikan kreativitas guru dalam mengajar
Karena penyajian kurikulum langsung menunjuk pada pokok bahasan/materi tertentu, tanpa memberikam peluang kepada guru untuk memilih materi pelajaran, maka guru hanya akan terpaku pada materi tersebut dan tidak berfikir untuk materi lain yang sejenis.

6. Tidak ada alternatif materi pelajaran pengganti, jika materi pelajaran dalam GBPP tidak dapat diajarkan.
Dengan tidak adanya alternatif materi pelajaran sebagai pengganti, maka tidak akan memberikan keleluasaan guru dalam mengajar. Oleh karena itu, pengkajian terhadap beberapa materi pelajaran yang berbeda, yang memiliki karakteristik serupa, tetapi dapat mencapai hasil yang sama sangat diperlukan.

7. Metode Mengajar Terbatas dan Kurang Jelas.
Strategi/metode mengajar dalam pendidikan jasmani dan olahraga sangat beragam. Metode yang digunakan berorientasi dari dominasi guru yang sangat besar kemudian makin berkurang dan peran dominasi tersebut makin bergeser ke siswa hingga siswa diberi kemandirian dalam menentukan program pelajaran. Dalam kenyataannya para guru hanya menerapkan metode Komando/Tugas.

8. Sistem Evaluasi Hanya Menekankan Pada Hasil.
Pendidikan jasmani bukan hanya menekankan pada hasil (product), melainkan lebih menekankan pada proses, artinya tingkat kualitas gerak yang benar sangat penting bagi anak. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi hasil belajar juga harus menyoroti pada aspek kualitas gerakan.

9. Belum Adanya Alat Tes yang Baku.
Hasil belajar pendidikan jasmani adalah perubahan kualitas gerak yang secara tidak langsung berpengaruh pada aspek lain, seperti aspek kognitif, afektif, maupun aspek sosial. Untuk mengevaluasi hasil belajar ini diperlukan alat tes yang memenuhi kriteria sebagai alat ukur, adanya alat tes untuk mata pelajaran pendidikan jasmani yang terstandar sangat diperlukan.

10. Belum Tertanganinya Anak-anak Cacat Fisik secara Khusus.
Berdasarkan UUD 1945 pasal 31 Ayat 1 menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Dengan demikian, penanganan anak-anak cacat fisik di sekolah normal untuk mata pelajaran pendidikan jasmani sangat perlu.

11. Terbatasnya jumlah jam pelajaran
Ada 12 mata pelajaran di SLTP, salah satu di antaranya adalah mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Dua belas mata pelajaran tersebut terjabar dalam 44 jam pelajaran per minggu. Mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan hanya 2 jam per minggu. Dengan demikian, porsi mata pelajaran Pendidikan Jasmani hanya 4,5 %.

12. Ada Materi Pelajaran yang Tidak Dapat Dilakukan
Ada beberapa materi pelajaran yang tidak dapat dilaksanakan, terutama materi pelajaran yang memerlukan fasilitas lapangan yang luas, seperti lapangan sepakbola.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar