Powered By Blogger

Rabu, 21 Oktober 2009

KONSEP PENJAS

A. Pedagogik dan Pedagogik Olahraga

Langeveld (tahun lupa) mengemukakan bahwa pedagogik atau ilmu mendidik adalah suatu ilmu yang bukan hanya mengkaji objeknya untuk mengetahui betapa keadaan atau hakikat objek itu, melainkan juga mempelajari betapa hendaknya harus bertindak. Jika pengertian ini digunakan landasan untuk mendefinisikan pedagogi olahraga, maka pedagogi olahraga adalah ilmu mendidik dalam dan melalui aktivitas jasmani atau gerak. Dengan kata lain, pedagogi olahraga adalah ilmu pendidikan jasmani.
PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahanan peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi:
• pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
• pemahaman terhadap peserta didik;
• pengembangan kurikulum/silabus;
• perancangan pembelajaran;
• pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
• pemanfaatan teknologi pembelajaran;
• evaluasi hasil belajar; dan
• pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.


B. Konsep Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan mengakibatkan nilai-nilai luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya telah mengalami erosi. Pendidikan jasmani yang berorientasi pada pembentukan prestasi dalam berbagai cabang olahraga telah mengarahkan strategi dan proses pembelajaran menjadi kering akan nilai-nilai pendidikan. Upaya untuk mengejar prestasi dalam berbagai cabang olahraga tersebut telah mengakibatkan nilai-nilai pendidikan jasmani semakin kabur.
Pendidikan jasmani yang dirancang dan dilaksanakan dengan strategi dan proses pembelajaran yang benar, akan mampu berperan dan memberikan kontribusi yang bermakna dalam pembentukan watak dan kepribadian siswa.
Pelaksanaan pendidikan jasmani harus memandang manusia sebagai suatu makhluk yang utuh, yaitu sebagai sistem bio-psiko-sosio-kultural. Sebagai makhluk hidup, manusia mengikuti aturan-aturan biologis yang memiliki kemampuan intelektual dan emosional yang tumbuh dan hidup dalam lingkungan sosial. Dengan pemahaman demikian, berarti pendidikan jasmani merupakan suatu proses pendidikan yang integratif, yaitu memberikan rangsangan pada fisik untuk tumbuh dan berkembang secara wajar dan baik serta sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan intelektual dan keterampilan sosial.
Pada prinsipnya manusia dibangun oleh unsur-unsur motorik, kognitif, afektif, dan emosional. Agar manusia tumbuh dan berkembang secara wajar, maka unsur-unsur tersebut harus mendapat rangsangan dan perlakuan yang seimbang. Oleh karenanya, dalam pendidikan jasmani, manusia harus dipandang sebagai totalitas sistem, yaitu manusia sebagai sistem bio-psiko-sosio-kultural. Dengan pemahaman yang demikian, maka strategi dan proses pembelajaran pendidikan jasmani harus diarahkan pada pemberian rangsangan kepada unsur-unsur tersebut yang pada akhirnya bermakna pada pembentukan kepribadian yang utuh. Manusia adalah makhluk biologis yang mengikuti pada aturan-aturan biologis. Proses penuaan dan kelelahan adalah aturan-aturan biologis yang tidak dapat dihalangi. Proses penuaan dan kelelahan hanya dapat diperlambat melalui latihan-latihan yang sistematis dan teratur. Pendidikan jasmani adalah instrumen yang efektif untuk itu.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering menemukan masalah. Menumpuknya persoalan merupakan suatu beban kejiwaan yang memberi tekanan terhadap dinamika, kreativitas dan inisiatif berfikir. Ketidakmampuan dalam memecahkan masalah, akan menyebabkan manusia dalam situasi kehidupan yang penuh dengan tekanan (stress) dan pada akhirnya mengarah pada kehidupan frustasi. Dalam kaitan ini, pendidikan jasmani menawarkan suatu bentuk aktivitas yang berupa pemecahan masalah. Melalui geraknya manusia dapat mengeksplorasi dirinya serta dapat mengetahui potensi dan sekaligus kelemahan dirinya di tengah-tengah orang lain. Akhirnya dalam pendidikan jasmani manusia dilatih untuk memecahkan masalah dengan jalan mengenal potensi dan kelemahan dirinya serta mengenal potensi dan kelemahan orang lain untuk dapat dijadikan rujukan dalam upaya memecahkan masalah. Dalam kaitan ini, pendidikan jasmani dan olahraga merupakan sarana untuk mencari dan mengenal jati diri.
Salah satu strategi dalam menghadapi persoalan kehidupan adalah memupuk dan membentuk keterampilan sosial dan kecerdasan emosional. Untuk itu, manusia harus mampu berkomuniasi, berinteraksi, berintegrasi dan bekerjasama dengan orang lain. Selain itu, perasaan empati dan kemampuan dalam mengendalikan diri merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Keterampilan sosial dan kecerdasan emosional merupakan aspek-aspek kepribadian yang perlu ditumbuh-kembangkan dan dibentuk secara kokoh kepada siswa. Dalam kaitan ini, pendidikan jasmani merupakan sarana yang efektif untuk pembentukan keterampilan sosial dan kecerdasan emosional. Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan sarana yang efektif untuk melatih diri berkomunikasi, berintegrasi, dan berinteraksi serta bekerja sama dengan orang lain. Pendidikan jasmani merupakan sarana untuk pengendalian diri manusia.


C. Makna Pendidikan Jasmani

Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada tubuh atau badan (body). Kata fisik seringkali digunakan sebagai referensi dalam berbagai karakteristik jasmaniah, seperti kekuatan fisik (physical strenght), perkembangan fisik (physical development), kecakapan fisik (physical prowess), kesehatan fisik (physical health). dan penampilan fisik (physical appearance).
Kata fisik dibedakan dengan jiwa atau fikiran (mind). Oleh karena itu, jika kata pendidikan (education) ditambahkan dalam kata fisik, maka membentuk frase atau susunan kata pendidikan fisik atau pendidikan jasmani (physical education), yakni menunjukkan proses pendidikan tentang aktivitas-aktivitas yang mengembangkan dan memelihara tubuh manusia.
Jika individu sedang bermain, berenang, bergerak, atau melakukan berbagai aktivitas pendidikan jasmani, maka proses pendidikan terjadi pada waktu yang bersamaan. Pendidikan mungkin menguntungkan untuk memperkaya kehidupan individu atau sebaliknya mungkin merusak. Pendidikan mungkin menjadikan pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan atau mungkin menjadikan pengalaman yang tidak menyenangkan. Mungkin membantu dalam membentuk masyarakat atau kelompok yang kohesif dan kuat, atau sebaliknya dapat menjadikan individu yang anti sosial. Apakah pendidikan jasmani membantu atau menghambat pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada arah dan tujuan yang ingin dicapai.
Nixon and Cozens (1963:51) mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.
Dauer dan Pangrazi (1989:1) mngemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.
Dengan demikian, pendidikan jasmani dapat dikatakan suatu proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, perseptual, kognitif, dan emosional dalam kerangka sistem pendidikan nasional.
Implementasi pembelajaran pendidikan jasmani di lapangan sangat tergantung pada program atau kurikulum yang ada. Kurikulum yang baik sekalipun jika tidak dapat diterapkan di lapangan juga akan menemui berbagai persoalan. Oleh karena itu, sangat diperlukan kesesuaian antara program yang seharusnya dengan penerapannya.

D. Perbandingan Pendidikan Gerak dan Pendidikan Jasmani Tradisional
Pembelajaran pendidikan jasmani harus dilakukan berdasarkan program, peran guru dan siswa, suasana kelas, dan didukung tersedianya fasilitas dan peralatan yang baik. Perbandingan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Konsep Pendidikan Gerak dan Pendidikan Jasmani Tradisional

Pendidikan Gerak Pendidikan Jasmani Tradisional

A. Program:
1. Program dipusatkan pada aktivitas
2. Program dipusatkan pada siswa
3. Program berupaya mengembangkan kesadaran intelektual tubuh

4. Program menekankan pada metode pemecahan masalah, yang meliputi eksplorasi dan diskaveri, didasarkan pada kebutuhan siswa secara individual
5. Repetisi masalah mengarah pada berbagai solusi yang makin besar.

6. Silabus mengembangkan sebagai pembuka periode kelas untuk kebutuhan individu yang harus dieksplorasi.

A. Program:
1. Program dipusatkan secara verbal
2. Program dipusatkan pada guru
3. Program berupaya mengembangkan keterampilan yang cenderung mengabaikan pemahaman intelektual
4. Guru berfungsi sebagai model agar dikuti oleh siswa, dan metode yang digunakan adalah ceramah dan demosntrasi yang didasarkan pada kebutuhan kelompok.
5. Repetisi latihan mengarah pada meningkatnya kinerja dalam keterampilan motorik.
6. Silabus yang disajikan pada siswa, seringkali tidak berhubungan dengan pengalaman belajar sebelumnya.


B. Peran Guru:
1. Guru mendidik siswa dalam proses belajar
2. Guru menggunakan metode mengajar imajinatif dan kreatif
3. Guru membimbing siswa dalam aktivitasnya

B. Peran Guru:
1. Guru melatih siswa dalam proses belajar
2. Guru menggunakan metode mengajar tradisional

3. Guru mengarahkan siswa dalam aktivitasnya


C. Peran Siswa:
1. Motivasi belajar berasal dari dalam diri siswa
2. Siswa menikmati gerakan alaminya sendiri dan gaya yang unik
3. Siswa memperlihatkan kemampuannya untuk alasan yang logis dan cerdas
4. Siswa memperlihatkan kemandiriannya
5. Siswa menghadapi setiap situasi baru dengan cara antusias dan cerdas.
6. Siswa mengevaluasi kemajuannya sendiri
7. Siswa mengembangkan irama kemajuannya sendiri
8. Keberhasilan didasarkan pada tiap tujuan siswa
9. Siswa berkompetsi dengan dirinya sendiri
C. Peran Siswa:
1. Motivasi belajar berasal dari guru

2. Tipe tubuh secara individual tidak diperhatikan
3. Siswa memperlihatkan kemampuannya karena mengikuti perintah dan arahan
4. Siswa seringkali kurang memperlihatkan kemandiriannya
5. Siswa seringkali mengalami kesulitan jika dihadapkan pada situasi baru
6. Guru mengevaluasi kemajuan siswanya
7. Irama kemajuan tergantung pada norma pengembangan siswa dalam kelas
8. Keberhasilan didasarkan pada tiap tujuan guru
9. Siswa berkompetsi dengan teman sekelas

D. Atmosfir Kelas:
1. Atmosfir kelas bersifat informal
2. Formasi yang digunakan sangat bervariasi
3. Guru memperlihatkan perilaku yang serba tidak melarang
4. Kebutuhan individual siswa menentukan alokasi waktu untuk berbagai aktivitas
D. Atmosfir Kelas:
1. Atmosfir kelas bersifat formal
2. Formasi tertentu dan pasti yang digunakan
3. Guru memperlihatkan perilaku yang kaku

4. Penyelesaian pokok bahasan menentukan alokasi waktu untuk berbagai aktivitas

E. Fasilitas dan Peralatan:
1. Fasilitas dipandang sebagai kebutuhan yang kedua yang dapat diupayakan dengan banyak akal/cara dan menjadi kreativitas guru.
2. Peralatan diciptakan untuk memenuhi kebutuhan individual
3. Perlatan digunakan dalam berbagai situasi yang berbeda
E. Fasilitas dan Peralatan:
1. Fasilitas merupakan hal sangat penting, meskipun fasilitas tersebut dapat diupayakan dengan banyak akal/cara dan menjadi kreativitas guru.
2. Individu harus menyesuaikan dengan peralatan yang digunakan
3. Perlatan yang digunakan kurang efisien

Sumber: Charles A. Bucher (1979). Foundations of Physical Education. (London: The C.V. Mosby Company). P. 177


E. Tujuan Pendidikan Jasmani

Tujuan menyeluruh pendidikan dan pendidikan jasmani adalah untuk membantu individu-individu mencapai pertumbuhan dan perkembangan optimal. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan jasmani merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program pendidikan secara keseluruhan. Peran aktivitas jasmani dalam mengembangkan pola hidup sehat telah diterima dengan baik, dan orang mulai memahami akan pentingnya program pendidikan jasmani yang berkualitas bagi anak.
Pendidikan jasmani melalui program yang terencana dengan matang dan secara fungsional bersifat rasional dapat memberikan kontribusi yang bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan secara menyeluruh.
Annarino, Cowell, dan Hazelton (1980: 60) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan jasmani adalah:
(1) Pendidikan fisik;
(2) Pendidikan melalui fisik;
(3) Pendidikan gerak; dan
(4) Pendidikan bermain.
Berdasarkan perkembangan pendidikan jasmani di negara-negara maju dan mempertimbangkan tantangan dan kebutuhan bangsa, Rusli Luthan dkk. (2000) menyusun rumusan tujuan umum pendidikan jasmani sebagai berikut:
(1) Meletakkan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi nilai dalam pendidikan jasmani.
(2) Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cintai damai, sikap sosial dan toleransi dalam konteks kemajemukan budaya, etnis, dan agama.
(3) Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui pelaksanaan tugas-tugas ajar dalam pendidikan jasmani.
(4) Mengembangkan keterampilan untuk melakukan aktivitas jasmani dan olahraga, serta memahami alasan-alasan yang melandasi gerak dan kinerja.
(5) Menumbuhkan kecerdasan emosi dan penghargaan terhadap hak-hak asasi orang lain melalui pengamalan fair play dan sportivitas.
(6) Menumbuhkan self esteem sebagai landasan kepribadian melalui pengembangan kesadaran terhadap kemampuan dan pengendalian gerak tubuh.
(7) Mengembangkan keterampilan dan kebiasaan untuk melindungi keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain.
(8) Menumbuhkan cara pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat.
(9) Menumbuhkan kebiasaan dan kemampuan untuk berpartisipasi aktif secara teratur dalam aktivitas fisik dan memahami manfaat dari keterlibatannya.
(10) Menumbuhkan kebiasaan untuk memanfaatkan dan mengisi waktu luang dengan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif.
Tentunya rumusan tujuan tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam tahap-tahap dan tingkatan.
Annarino, Cowell, and Hazelton (1980: 62-63) mengklasifikasikan tujuan pendidikan jasmani ke dalam enam aspek, yaitu (1) organik; (2) neuromuskuler; (3) perseptual; (4) kognitif; (5) sosial; dan (6) emosi.

a. Aspek Organik:
(1) Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan-landasan untuk pengembangan keterampilan.
(2) Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot
(3) Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama.
(4) Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan secara terus menerus dalam aktivitas yang berat dalam waktu relatif lama; hal ini tergantung pada efisiensi yang terdiri dari aliran darah, jantung dan paru-paru.
(5) Meningkatkan fleksibilitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.




b. Aspek Neuromuskuler:
(1) Menjadikan keharmonisan antara fungsi sistem saraf dan otot untuk menghasilkan gerakan yang diinginkan.
(2) Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti: berjalan, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, berlari, menderap/mencongklang, bergulir, menarik
(3) Mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti mengayun, melenggok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, mengantung, membungkuk.
(4) Mengembangkan keterampilan dasar jenis permainan, seperti memukul, menendang, menangkap, berhenti, melempar, memulai, mengubah arah, memantul, bergulir, memvoli.
(5) Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan
(6) Mengembangkan keterampilan olahraga dan dansa, seperti sepakbola, softball, bola voli, gulat, atletik, baseball, bola basket, panahan, hoki, anggar, tenis, bowling, golf, dansa.
(7) Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti hiking, tenis meja, berenang, berlayar.

c. Aspek perseptual:
(1) Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan di antara isyarat yang ada dalam situasi yang dihadapi agar dapat melakukan kinerja yang lebih terampil.
(2) Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat/ruang, yaitu kemampuan mengenali objek-objek yang berada di depan, di belakang, di bawah, di sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.
(3) Mengembangkan koordinasi gerak-visual, yaitu kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak kasar yang melibatkan tangan, tubuh, dan/atau kaki
(4) Mengembangkan hubungan sikap tubuh-tanah, yaitu kemampuan memilih stimulus dari massa sensori yang diterima atau memilih jumlah stimulus terbatas yang menjadi fokus perhatian
(5) Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu emampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis
(6) Mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan atau kiri dalam melempar atau menendang.
(7) Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu kemampuan membedakan perbedaan di antara sisi kanan atau kiri tubuh dan di antara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri
(8) Mengembangkan image tubuh (body image), yeitu kesadaran bagan-bagian tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang

d. Aspek Kognitif:
(1) Mengembangkan kemampuan mengeksplorasi, menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan, dan membuat keputusan-keputusan yang bernilai.
(2) Meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan etika.
(3) Mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi.
(4) Meningatkan pengetahuan bagaimana fungsi-fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani
(5) Menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas, bola, dan dirinya.
(6) Meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi oleh gerakan
(7) Mengembangkan kemampuan untuk memecahkan problem-problem perkembangan melalui gerakan.

e. Aspek sosial:
(1) Penyesuaian baik dirinya dan orang lain dengan menggabungkan dirinya ke dalam masyarakat dan lingkungannya.
(2) Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi kelompok
(3) Belajar berkomunikasi dengan orang lain
(4) Mengembangkan kemampuan bertukar dan mengevaluasi ide dalam kelompok
(5) Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat
(6) Mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat.
(7) Mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif
(8) Belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif
(9) Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik.

f. Aspek emosional:
(1) Mengembangkan respons yang sehat terhadap aktivitas jasmani melalui pemenuhan kebutuhan dasar.
(2) Mengembangkan reaksi yang positif terhadap penonton dan partisipasi melalui keberhasilan atau kegagalan.
(3) Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat
(4) Memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas
(5) Menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan

1 komentar:

  1. KALAU BISA, YANG DIANGKAT MENGENAI SIKOLOGI OLAHHRAGA JUGA DONK PAK....DAN KALAU BISA JUGA BIOMEKANIKA YANG MEMBAHAS MENGENAI ANALISIS GERAKAN OLAHRAGA

    BalasHapus